June 01, 2004

Berhenti sejenak untuk berdzikir...

Makin jauh waktu berjalan, manusia kian bingung meraih kebahagiaan. Mata
manusia kian kabur terhadap jalan yang menuju kesana. Telinga manusia kian
tuli terhadap suara-suara petunjuk. Makna sejati suatu kebahagiaan makin
terpolusi. Usia manusia makin pendek, tersita oleh aktivitasnya untuk
mengejar bayangannya sendiri. Ia berlari, bayangan itu pun berlari. Ia
diam, bayangan itu pun diam. Persaingan yang tak akan pernah berhenti, dan
manusia akan tetap tertinggal oleh bayangannya.

Masya Allah. Masih banyak manusia yang tiada menahu keterbatasannya. Masih
banyak manusia yang mengingkari kekurangannya. Masih banyak manusia yang
menutupi kelemahannya dengan keangkuhan diri. Masih banyak manusia yang
tidak segan-segan untuk tertawa terkekeh-kekeh diantara kehinaan dirinya.
Sehingga matanya menjadi buta, telinganya menjadi tuli. Ia tidak lagi bisa
menatap ketiada-batasan Allah. Ia tidak bisa lagi mendengar kesempurnaan
suara Allah. Kelebihan Allah tiada pernah dilihatnya, malahan ia tersibuk
untuk mengurangi kelebihan Allah itu.

Alam ikhtiar manusia memang teramat sempit, sedikit, tak lebih dari
setetes dari lautan kekuasaan Allah. Bahkan seandainya setetes itu
diperumpamakan sebagai lautan lagi, maka puncak tertinggi kemampuan
manusia tak lebih dari setetes lautan ini. Manusia memang lemah, tak
berdaya, terbatas, serba kekurangan. Tapi manusia bisa naik derajatnya
ketika ia menyadari segala kekhilafannya, menyadari kehinaan dirinya, dan
dengan ketulusan hati mengagungkan Allah, memohon ampunan Allah, merintih
dan memelas kasih-Nya. Maka manusia yang meleburkan kehinaannya ke dalam
tungku ke-Maha-an Allah, maka Allah akan mengasihinya, menyayanginya,
membelainya, dan Dia tidak akan segan-segan untuk mengangkatnya dari
jurang kekerdilannya menuju puncak kemuliaan, memuliakannya. Tapi dasar
manusia, tidak bisa belajar dari historis setan yang divonis menjadi
penghuni abadi neraka karena kesombongannya. Kebanyakan manusia pun enggan
untuk mengakui kelemahannya, menundukkan dirinya, menyujudkan dirinya,
dengan tulus menyadari kekerdilannya. Kenapa masih banyak manusia yang
menutup-nutupi kehinaannya ? berlaku sombong, mbalelo, membusungkan
dadanya, dan sedikitpun tidak punya rasa malu.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?