May 04, 2004

Sebuah Perjuangan Terbesar

Dua orang lelaki yang datang bertamu ke rumah seorang bijak tertegun
keheranan. Mereka melihat si orang bijak sedang bekerja keras. Ia
mengangkut air dalam ember kemudian menyikat lantai rumahnya.
Keringatnya deras bercucuran. Menyaksikan keganjilan ini salah
seorang lelaki ini bertanya, ''Apakah yang sedang engkau lakukan hai
orang bijak?''

Orang bijak menjawab, ''Tadi aku kedatangan serombongan tamu yang
meminta nasihat kepadaku. Aku memberikan banyak nasihat yang sangat
bermanfaat bagi mereka. Merekapun tampak puas dan bahagia mendengar
semua perkataanku. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba aku merasa
menjadi orang yang hebat. Kesombonganku mulai bermunculan. Karena
itu, aku melakukan pekerjaan ini untuk membunuh perasaan sombongku
itu.''

Para pembaca yang budiman, sombong adalah penyakit yang sering
menghinggapi kita semua yang benih-benihnya sering muncul tanpa kita
sadari. Di tingkat terbawah, sombong sering disebabkan karena faktor
materi. Kita merasa lebih kaya, lebih cantik, dan lebih terhormat
daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong sering disebabkan faktor kecerdasan. Kita
merasa lebih pintar, lebih kompeten, lebih bijaksana dan lebih
berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong sering disebabkan faktor kebaikan. Kita
seringkali menganggap diri kita lebih berakhlak, lebih bermoral,
lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan ini, semakin sulit
pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi akan sangat mudah
terlihat tetapi sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena
kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-
benih yang halus di dalam hati kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan dan tidak pada
tempatnya. Pada tataran yang wajar, ego menampilkan dirinya dalam
bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-
confidence). Namun, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan
(pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Bahkan,
seringkali batas antara bangga dan sombong tak terlalu jelas.

Diri kita sebenarnya terdiri atas dua kutub, yaitu ego di satu kutub
dan diri sejati di lain kutub. Pada saat dilahirkan ke dunia, kita
sepenuhnya berada dalam kutub diri sejati, kita lahir dalam keadaan
telanjang dan tak punya apa-apa. Kita sama sekali bebas dari materi
apapun. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, kita mulai
memiliki berbagai kebutuhan materi. Bahkan, lebih dari sekedar yang
kita butuhkan dalam hidup, kelima indra kita selalu mengatakan bahwa
kita membutuhkan yang lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup seringkali mengantarkan kita menuju kutub ego.
Perjalanan inilah yang memperkenalkan kita kepada kesombongan,
kerakusan, serta iri dan dengki. Ketiga sifat ini adalah akar segala
permasalahan yang terjadi dalam sejarah umat manusia.

Perjuangan melawan kesombongan sebenarnya adalah perjuangan menarik
diri kita ke kutub diri sejati. Untuk bisa melawan kesombongan
dengan segala bentuknya ada dua perubahan paradigma yang perlu Anda
lakukan. Pertama, Anda perlu menyadari bahwa hakikat manusia adalah
diri sejati, kita bukanlah makhluk fisik tetapi makhluk spiritual.

Diri sejati kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik
hanyalah syarat kita untuk hidup di dunia. Kita lahir tanpa membawa
apa-apa, dan kita mati pun tanpa membawa apa-apa. Pandangan seperti
ini akan membuat Anda melihat siapapun sebagai manusia yang sama.
Anda tidak akan lagi tertipu oleh penampilan, kecantikan, dan
segala ''tampak luar'' yang lain. Yang kini Anda lihat
adalah ''tampak dalam.'' Pandangan seperti ini sudah pasti akan
menjauhkan Anda dari berbagai kesombongan.

Kedua, Anda perlu menyadari bahwa apapun perbuatan baik yang Anda
lakukan, semuanya itu semata-mata adalah untuk diri Anda sendiri.
Anda menolong orang untuk kebaikan Anda sendiri. Anda memberikan
sesuatu kepada orang lain adalah untuk Anda sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi: Energi yang Anda
berikan kepada dunia tak akan pernah hilang. Energi itu akan kembali
kepada Anda dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang Anda lakukan pasti
akan kembali kepada Anda dalam bentuk persahabatan, cinta kasih,
perasaan bermakna maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap
berbuat baik pada orang lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik
kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apalagi yang harus kita
sombongkan?

Perjalanan menuju kepemimpinan senantiasa dimulai dengan mengalahkan
ego dan kesombongan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
ujiannya adalah pada pemilu kali ini. Para ''reformis'' yang
mengklaim dirinya layak menjadi presiden sudah saatnya duduk bersama
dan mengalahkan egonya masing-masing. Tanpa mengalahkan ego ini,
mustahil mereka bisa menang. Kalau ini yang terjadi, jangan-jangan
bangsa kita akan kembali dipimpin orang-orang yang tidak amanah dan
hanya mementingkan dirinya sendiri.

Sumber: Sebuah Perjuangan Terbesar oleh Arvan Pradiansyah, pengamat
kepemimpinan dan penulis buku You Are A Leader!

Comments: Post a Comment

This page is powered by Blogger. Isn't yours?